Setahun lalu, saya tidak terkecoh dan tidak tergerak sama sekali saat beberapa kawan di tongkrongan gencar mendoktrin saya agar mau merokok dengan ngelinting dhewe (tingwe) –melinting sendiri.
Beberapa dalih diberikan, seperti hemat anggaran, lebih artistik, dan cita rasa lebih murni karena tembakau dibeli dan diolah langsung oleh para petani.
Saya menepis doktrin tingwe karena bagi saya itu hal yang merepotkan. Bayangkan saja, saat sedang sibuk bekerja di depan komputer untuk mengedit tulisan dan pikiran macet, merokok adalah salah satu solusi efektif. Lalu karena harus tingwe, saya tidak bisa sewaktu-waktu ambil rokok dan sebat. Harus melinting dulu, menata tembakau, meremas dan merapatkan papir yang terisi, dan seterusnya. Ribet!
Ini belum pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tinggi seperti pekerja bangunan. Masak iya, lagi sibuk-sibuknya pasang genteng di atap dan stok rokok tingwe habis, pak tukang harus turun dan melakukan ritual tingwe. Keburu diobrak mandor!
Terkait hemat anggaran saya memang setuju. Tingwe tentu jauh lebih hemat daripada beli rokok jadi. Saya pernah menghitung berdasar pengalaman kawan-kawan saya. Dengan tingwe kita bisa menghemat 50% anggaran belanja daripada beli rokok jadi. Tapi tetap saya tolak karena saya masih punya cukup banyak uang. Hahaha….
Lebih artistik? Bahwa tingwe lebih artistik atau memiliki nilai seni, dengan kelakar agak sombong saya bilang, “Iya, memang tingwe lebih memiliki nilai seni, tapi seni merepotkan diri sendiri.”
Tapi, kebebalan saya soal tingwe berubah ketika selesai menonton serial film Gadis Kretek di Netflix.
Mendapat Hidayah
Saya tidak hendak menceritakan sinopsis film Gadis Kretek yang diperankan oleh Dian Sastro dengan sangat memukau dan membuat hati saya berdebar-debar. Melainkan, bagaimana film ini kemudian membuat saya mendapat “hidayah” untuk mencintai tingwe.
Pertama, adegan percakapan antara Soeraja (Ario Bayu) yang sedang sekarat menghadapi sakitnya dengan putra bungsunya, Lebas (Arya Saloka) di rumah sakit. Saat itu Soeraja sedang mengisap rokok R&D (Raja & Dasiyah) lalu diingatkan Lebas agar tidak merokok karena sedang sakit. Soeraja lalu bilang, “Justru kretek itu dulu dibuat untuk obat.”
Ucapan Soeraja bisa saja dianggap hoaks di era modern seperti sekarang ini, ketika pertarungan rokok dan organsisasi kesehatan sering bersitegang. Namun nyatanya, ucapan Soeraja tidak bisa dianggap hoaks sepenuhnya. Toh, tembakau sendiri sebetulnya memiliki khasiat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti nyeri, sembelit, asam urat, dan bahkan bisa bertindak sebagai stimulan pernapasan.
Kedua, kelihaian Dian Sastro memerankan Dasiyah sebagai wanita yang amat mencintai kretek sekaligus ahli dalam menghisapnya. Beberapa kali adegan Dian Sastro dalam film ini yang begitu khusyuk dan penuh penghayatan saat mengisap rokok menggedor-gedor dan mengusik batin saya. Sampai-sampai saya merasa, sepertinya selama saya merokok beberapa tahun ini tidak pernah terlihat senikmat Dian Sastro saat merokok di film itu.
Apa cara merokok saya yang salah atau tingwe memang seenak itu? Emang “seresek” itu Dian Sastro dalam mengacak-acak pikiran dan batin saya hingga menimbulkan keraguan besar dalam menikmati rokok.
Ketiga, tentu saja keahlian Dasiyah dalam meracik tingwe yang sering dia berikan secara khusus kepada sang ayah, Idroes Moeria (Rukman Rosadi). Sebagai pengusaha ulung di bidang kretek, Pak Idroes sering memuji tingwe Dasiyah. Sebagai orang yang paham betul soal kretek, pujian Pak Idroes kepada Dasiyah tentu bukan sekadar basa-basi belaka.
Kemudian kesuksesan rokok Gadis sebagai produk baru milik Pak Idroes di pasaran. Dan rokok Gadis adalah hasil riset panjang Dasiyah yang melakukan inovasi dalam pembuatan saus rokok. Karena keahlian dan keberaniannya meracik saus rokok (yang saat itu ada budaya bahwa perempuan hanya boleh melinting dan dilarang meracik saus rokok), pabrik rokok Pak Idroes yang sempat meredup, mendapat kembali kejayaannya.
Nah, karena si Dasiyah ini, saya kemudian sangat ingin tingwe. Jadi ketika menyiapkan tembakau lalu diletakkan di atas papir dan digulung-gulung. Setelah tergulung sempurna rokok tingwe itu saya hirup sekujur tubuhnya untuk menikmati aroma tembakau, baru kemudian saya nyalakan dan isap dalam-dalam. Dalam proses itu, saya merasa seolah-olah menjadi Dasiyah di dunia nyata. Anjay….
Cinta Segitiga
Selain paparan sejarah singkat seputar rokok dalam film ini, intrik kisah cinta segitiga antara Soeraja, Dasiyah, dan Purwanti (Sheila Dara Aisha) tidak kalah menarik. Soeraja dan Dasiyah adalah dua manusia yang dimabuk cinta. Mereka nekat melakukan hubungan cinta bahkan seks di saat Dasiyah sudah dilamar oleh perwira tampan dengan karier mentereng, Seno (Ibnu Jamil).
Karena cinta Dasiyah pada Soeraja yang begitu kuat, dengan penuh keberanian dia kemudian membatalkan rencana pernikahannya dengan Seno yang menjadi pemantik prahara panjang dalam keluarga besar Pak Idroes.
Singkat cerita, karena kelicikan Pak Soedjagad (Verdi Solaiman) membuat hubungan cinta Soeraja dan Dasiyah terputus. Lalu Soeraja berlabuh menikahi putri Pak Soedjagad, Purwanti, dan sukses besar menjalankan usaha kretek dari resep rahasia yang pernah diracik Dasiyah. Penghianatan usaha sekaligus cinta yang membuat Dasiyah hancur lebur.
Ada satu benang merah menarik dalam problem cinta di film Gadis Kretek ini. Bahwa semua ikatan cinta itu berawal dari cinta lokasi. Soeraja dan Dasiyah mengawali tumbuhnya bibit cinta karena Soeraja bekerja di pabrik Pak Idroes, ayah Dasiyah. Yang di saat yang sama, membuat keduanya sering bertemu dan berkomunikasi.
Pasca Dasiyah hilang karena diasingkan oleh pemerintah, Soeraja kemudian bekerja di pabrik kretek milik Pak Soedjagad, ayah Purwanti. Seiring berjalannya waktu, Soeraja dan Purwanti juga terlibat cinta lokasi hingga akhirnya menikah. Dan, di saat pesta pernikahan mereka, Dasiyah justru muncul setelah sekian lama hilang dan mendapati Soeraja memang menghianati Dasiyah.
Dasiyah yang terluka karena cinta, membuatnya kehilangan kemampuan hebatnya dalam meracik saus. Juga tak kunjung sembuh (move on) dari cinta Soeraja. Hingga kemudian Seno yang terus gigih merawat dan melindungi Dasiyah yang terluka, membuat Dasiyah akhirnya membuka hatinya untuk Seno. Lagi-lagi, usaha Seno dalam mengambil hati Dasiyah tidak terlepas dari skenario cinta lokasi.
Teranglah sudah bahwa cinta lokasi sering memunculkan kehancuran urusan asmara banyak orang. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerima ratusan laporan mengenai kasus perselingkuhan. Selama 2020 – 2023, KASN menerima total 172 laporan kasus perselingkuhan. Angka tersebut setara dengan 25% dari seluruh laporan yang diterima oleh KASN dalam periode tersebut.
Laporan yang diterima oleh KASN itu merupakan perselingkuhan di antara sesama ASN atau ASN dengan masyarakat. Jumlah ini bisa melonjak apabila diakumulasikan dengan pengaduan sejenis yang diterima oleh Biro SDM dan Kepegawaian Daerah. Ini masih dalam lingkup cinta lokasi ASN, belum juga terhitung di lokasi-lokasi pekerjaan yang lain. Jadi, dari film Gadis Kretek, kita wajib berhati-hati dengan cinta lokasi. Semoga tidak bernasib tragis seperti Dasiyah. (Septian Pribadi)
Source : detik