Sebelum berkuasa menjadi raja di kerajaan Banjar, Pangeran Samudera adalah putra mahkota terbuang kerajaan Negara Daha.
Huru-hara perebutan kekuasaan di Negara Daha pasca meninggalnya Maharaja Sukarama membuat keselamatan jiwa Raden Samudera terancam.
Sebelum meninggal, Sukarama berwasiat agar sepeninggalnya nanti yang menjadi raja adalah sang cucu: Raden Samudera. Oleh Patih Arya Tranggana, Raden Samudera dilarikan ke daerah sepi di muara Sungai Barito.
Untuk menjaga keselamatan dirinya dari pencarian penguasa Negara Daha, Raden Samudera menyamar sebagai paiwakan (pencari ikan) dan tinggal di Kampung Balandean.
Saat itu selain Balandean, terdapat kampung Sarapat, Muhur, Kuin, Balitung, dan Banjar.
Penampilan Sang Raden yang tampak berbeda dari kebanyakan warga kampung biasa membuat curiga Patih Masih, satu tokoh paling berpengaruh di Banjar saat itu.
Ketika jati diri “pencari ikan yang menyamar” ini terungkap, Patih Masih dan tokoh-tokoh lainnya seperti Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuin bersepakat untuk menjadikan Raden Samudera sebagai Raja Banjar.
Melalui sejumlah pertempuran yang memakan banyak korban, Pangeran Samudera kelak berhasil mengambil kembali haknya dari Pangeran Tumenggung, penguasa Negara Daha yang tak lain pamannya sendiri.
Kekuasaan berpindah ke tangan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera menjadi penguasa dinasti baru di daerah Kuin Banjarmasin dengan nama Sultan Suriansyah.
Balandean adalah sebuah kampung tua yang terletak di wilayah perairan Sungai Barito. Secara administratif, Balandean kini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Balandean kemudian dimekarkan menjadi dua desa yakni Balandean dan Balandean Muara.
Jejak-jejak kehadiran Pangeran Samudera (Raden Samudera) di Balandean dapat ditemukan pada sebuah lokasi yang diyakni warga Balandean sebagai “Lapangan”.
Lapangan luas itu merupakan areal terbuka yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pelbagai pohon dan jenis tanaman. Dari aneka pohon hutan, pohon kelapa, pisang hingga pohon kesturi.
“Di sini dulu ada kolam bekas tempat pemandian,” ujar Amang Musa, sesepuh warga Balandean.
Sedang Lapangan karena berukuran luas dijadikan warga sebagai lapangan tempat bermain bola. “Kalau sudah main bola di lapangan ini orang-orang, baik tua atau muda, lupa waktu,” kata Amang Musa.
Di dekat Lapangan agak ke dalam, dipercaya oleh warga sebagai lokasi tempat tinggal Pangeran Samudera saat bersembunyi ke Balandean.
Musa mengungkapkan, ia pernah memegang tajau (gentong air) di dalam kolam. Tapi, tajau itu kemudian amblas kembali ke dalam kolam. YB