Pangeran Suryanata pendiri dinasti Negara Dipa yang sangat termasyhur itu hingga saat ini tak diketahui keberadaan makamnya.
Bahkan di sebagian kalangan masyarakat Banjar percaya bahwa Pangeran Suryanata (leluhur dari raja-raja Banjar) tidak meninggal dunia tapi gaib (berpindah alam). Pangeran Suryanata gaib bersama istrinya Putri Junjung Buih (Putri Tunjung Buih).
Pangeran Suryanata (Raden Putra, Surianata, Suriawinata, Ariya Anata) adalah suami raja putri (Ratu) Junjung Buih (Galuh Cipta Sari, Putri Tunjung Buih). Ketika menjadi raja Banjar di kerajaan Negara Dipa, ia mendapat sebutan Maharaja Suryanata.
Cerita hidupnya dipenuhi mitos. Versi Hikayat Lembu Mangkurat (Lambung Mangkurat) menyebutkan Raden Putra lahir dari hasil pertapaan Ratu Majapahit.
Amir Hasan Bondan dalam Suluh Sedjarah Kalimantan menulis: Tersebut ceritera Ratu Majapahit bertapa dan mendapat dalam pertapaan seorang anak laki-laki, yang terbungkus seluruh batang tubuhnya dengan semacam kulit yang tipis. Menurut suara yang didengarnya waktu bertapa, bahwa bungkusan anak itu tidak boleh diganggu, cuma dipelihara saja baik-baik. Negeri Majapahit kelak akan bertambah makmur. Anak yang terbungkus itu dinamai Raden Putra.
Patih Lambung Mangkurat dalam cerita kemudian pergi berlayar dengan banawa (kapal layar) Si Prabayaksa ke Majapahit untuk meminta Raden Putra kepada Raja Majapahit. Raden Putra (Pangeran Suryanata) akhirnya berjodoh dengan Putri Junjung Buih.
Dari perkawinan mereka lahir Raden Suryaganggawangsa (Suria Gangga Wangsa) dan Raden Suryawangsa (Suria Wangsa). Amir Hasan Bondan menyebutkan tarikh pemerintahan Suryanata tahun 1438-1460.
Sementara Anggaraini Antemas dalam Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan, menulis pertemuan Raden Putra dengan Putri Junjung Buih terjadi sekitar tahun 1300.
Junjung Buih, menurut dia, diperkirakan kelahiran tahun 1280. Setelah kedua anaknya tumbuh dewasa, tahta kemudian diserahkan kepada putra sulung Pangeran Suryaganggawangsa dan tak lama setelah itu Suryanata dan Junjung Buih meninggal dunia.
Makam Pangeran Suryanata
Anggaraini menyatakan, tanggal berapa dan tahun berapa, serta di mana jenazahnya dimakamkam, hingga kini tiada seorang pun yang mengetahui. Hanya berdasarkan penyelidikan sejarah, peristiwa tersebut diperkirakan terjadi dalam tahun 1360.
Karena kematiannya tidak berkubur, maka masyarakat Kalimantan beranggapan bahwa raja dan permaisuri tersebut gaib.
Hari terakhir Pangeran Suryanata diungkapkan Amir Hasan Bondan lebih rinci. Pada suatu hari Pangeran Suryanata mengadakan karasmin (keramaian) luar biasa serta menjamu sekalian raja-raja dan patih-patih dan rakyat di dalam negeri. Tatkala orang banyak sedang asyik dan ramai bersenda gurau, tiba-tiba Pangeran Suryanata, berbicara di tengah orang banyak. Menerangkan bahwa baginda akan pulang ke tempat lama (di Kayangan). Setelah memperingati dan menyampaikan pesan-pesan, setelah habis berbicara, dengan sekejap itu juga gaiblah Pangeran Suryanata bersama Putri Tunjung Buih.
Benarkah Suryanata dan Junjung Buih gaib dan tidak memiliki makam?
Informasi menarik ditemukan dari sumber Cina. Sebuah buku kecil berjudul “Dua Tahun Museum Bandjar di Pulau Tatas” yang diterbitkan oleh Museum Bandjar Lambung Mangkurat memasang foto makam Suryanata di halaman covernya.
Di situ tertulis: MAKAM Radja Phonei – Kalimantan SURYA NATA (suami Djunjung Buih) di Setjekang dalam desa Tje-Sin terletak di luar kota Tjunghua Men. Tertanda wafat tanggal 19 Oktober 1408 M (1 bulan ke-10 Pada Dinasty Radja MING).
Informasi tambahan mengenai makam yang berbentuk patung kura-kura itu sebagai berikut: Bentuk kepala kura-kura sudah hilang. Panjang 2.50 M lebar muka 1.10 M lebar piagam 1.09 M dan tebalnya 0.3 M.
Apakah keterangan nama tempat “Setjekang dalam desa Tje-Sin terletak di luar kota Tjunghua Men” seperti tersebut di atas berada di negeri Cina? Atau itu sebutan suatu nama daerah di Kalimantan tetapi dalam bahasa Cina? Perlu penelitian yang menjawabnya. YB