Sasirangan adalah kain khas Banjar yang kini menjadi ikon souvenir Banjarmasin.
Nenek moyang orang Banjar pada zaman dulu menggunakan warna-warna alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran dalam pembuatan kain sasirangan.
Perintis pengembangan industri kain sasirangan di Kota Banjarmasin pada era tahun 80-an, Ida Fitriah Kesuma, mengungkapkan sebelum dibanjiri zat warna sintetis buatan Eropa, para perajin kain sasirangan (pamintan) menggunakan zat warna tumbuhan dari pohon tinggi, pohon akar kebuau, pohon jambal, pohon karamunting, pohon mengkudu, pohon gambir dan pinang.
Sebagai bahan pembantu untuk menimbulkan warna dan memperkuat ketahanan warna dan untuk mengikat zat warna dipergunakan antara lain: jeruk nipis, jeruk sitrun, cuka, sendawa, tawas, air kapur dan prusi.
Zaman sekarang, sambung Ida, pemakaian zat warna alam jarang dipergunakan karena untuk memperoleh zat zat warna tersebut lebih sukar diabandingkan dengan zat warna sintetis.
“Penggunaan zat warna alam adalah kepandaian nenek moyang kita zaman dulu dalam mendapatkan zat pewarna pada waktu itu (ketika belum ada zat warna sintetis buatan Eropa),” pungkasnya. YA