Prof Dr KH Abdul Syakur Yasin MA atau akrab dikenal Buya Syakur sang pendiri Pondok Pesantren Cadangpinggan, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu tutup usia. Sebelum wafat beliau sempat mengeluhkan asam lambung.
Kepada detikJabar, Kepala Pondok Cadangpinggan, Miftahul Jannah menjelaskan pada beberapa pekan lalu, kondisi kesehatan Buya Syakur sempat turun hingga dilarikan ke RS Mitra Plumbon, Kabupaten Cirebon.
Kesehatan Buya kembali stabil setelah kritis selama dua hari. Cendekiawan muslim asal Indramayu ini sempat menjalani perawatan medis selama dua pekan sebelum wafat.
“Dua Minggu berikutnya ternyata ngedrop lagi dan hari Rabu pagi jam 01.22 WIB tepatnya beliau menghembuskan napas terakhir,” kata Miftahul ditemui di rumah duka, Rabu (17/1/2024).
Dijelaskan Miftahul, Buya sebelumnya mengeluhkan sakit asam lambung. Bahkan kesakitan itu kemudian menjalar ke organ lainnya. “Sakitnya sih awalnya asam lambung ya, cuma ya menjalar ya ke jantung terakhir saya juga kurang pasti belum tahu keterangan dari dokter itu serangan jantung atau paru-paru gitu, kurang begitu tahu lah,” terangnya.
Pantauan detikJabar, jenazah Buya Syakur dimakamkan di pemakaman keluarga yang berada di area Pondok Pesantren Cadangpinggan. Ribuan santri dan masyarakat dari berbagai kalangan mengiringi proses pemakaman Buya Syakur. Sekira pukul 10.22 WIB, Buya dimakamkan.
“Karena itu sudah disediakan pemakaman untuk keluarga di pondok pesantren jadi sudah disediakan sejak lima tahun lalu, dan disiapkan langsung oleh Buya,” ucapnya.
Sosok Buya Syakur
Banyak masyarakat yang merasa kehilangan atas wafatnya Buya Syakur sang ulama besar dari Indramayu. Terutama bagi para keluarga Ponpes Cadangpinggan, Kertasmaya, Kabupaten Indramayu.
Bagi Kepala Ponpes Cadangpinggan, Miftahul Jannah misalnya, ia menilai sosok Buya Syakur sangat lemah lembut bahkan dermawan. Bahkan, semasa hidupnya, Buya sangat memperhatikan para pengurus tanpa kecuali. Beliau juga sangat pemaaf ketika melihat adanya kesalahan pengurus.
“Beliau memfasilitasi pengurus sesuai kebutuhannya lah, ada yang dibelikan rumah, ya fasilitas lah sangat memperhatikan pengurus,” kata Miftahul Jannah.
Apalagi, Miftah yang sudah bersama Buya sejak tahun 1995 lalu merasa sangat kehilangan. Banyak momen dan kenangan yang tidak bisa lupakan bersama Buya. Terutama petuah dan nasihatnya yang lebih bisa dicerna oleh masyarakat awam.
“Banyak pemahaman yang berbeda yang menurut saya itu lebih paham dan mudah dicerna,” ungkapnya.
Tak hanya itu, berbagai kalangan dari tokoh ulama, santri, pejabat publik hingga politisi turut menghadiri proses pemakaman Buya Syakur.
Menurut Ketua PWNU Jabar, KH Juhadi Muhammad usai pemakaman, sosok Buya Syakur merupakan sosok ulama besar Indramayu. Bahkan, beliau termasuk tokoh nasional yang mengayomi seluruh umat.
“Dengan siapapun beliau (Buya Syakur) welcome, jadi menurut saya beliau adalah orang hebat sekali. Makanya saya selaku Ketua PWNU Jawa Barat asli Indramayu tentu sangat kehilangan atas meninggalnya beliau. Mudah-mudahan beliau husnulkhatimah dan ahlul jannah,” ungkap Juhadi.
Juhadi menilai sosok Buya Syakur merupakan cendekiawan yang sarat akan ilmu. Sehingga, hal itu menjadikannya sangat berkesan saat mengenalnya sejak lama.
“Beliau (Buya Syakur) kan sebagai ulama tasawuf, ulama fiqih termasuk juga ulama ahli hikmah jadi komplet lah keilmuan beliau. Jadi ini yang menjadikan saya mengenang beliau,” katanya.
Source : detikjabar