Semua orang mengetahui kalau keikutsertaan dalam pemilihan umum (pemilu) butuh modal besar. Para kandidat rela mengeluarkan uang banyak agar bisa memenangi kontestasi.
Namun, uang banyak juga tak menjamin kemenangan. Ada banyak orang sudah keluar uang banyak, tetapi gagal dalam pemilu.
Alhasil, harta lenyap dan jabatan pun tak didapat. Kisah seperti ini tak hanya terjadi pada masa kini, tetapi juga sudah ada sejak masa lampau.
Salah satunya adalah kisah pengusaha asal Brebes, Tjarab, yang jadi sorotan harian Merdeka (28 Oktober 1978). Bagaimana ceritanya?
Pada awalnya, Tjarab adalah petani sukses di Brebes. Sekitar 1960-an, dia sudah punya 10 bis, kapal penangkap ikan, dua mobil, 200 hektar sawah, dan 30 hektar tambak garam.
Selain itu dia juga sedang membangun SPBU senilai lebih dari Rp 250 juta. Atas dasar ini, dia mendapat julukan sebagai “tuan tanah”, atau setara dengan crazy rich di masa sekarang.
Pada saat bersamaan, hiruk pikuk Pemilu untuk memilih kepala desa baru membuat Tjarab tergoda. Dia ingin mencalonkan diri sebagai kepala desa untuk meraih kekuasaan dan jabatan.
Bermodalkan uang melimpah, dia percaya diri bakal memenangi kontestasi tersebut. Ia pun kemudian mencalonkan diri di tahun 1966.
“Tahun 1966, dia mencalonkan dirinya dan untuk menarik para pendukung dia mengeluarkan dana sampai Rp 2 juta lebih,” tulis harian Merdeka.
Sayang, meski sudah keluar uang banyak, hasil Pemilu menyatakan Tjarab gagal. Harta sudah habis banyak, jabatan pun tak didapat.
Belum lagi, dia juga dicemooh oleh banyak tetangga atas kekalahan memalukan tersebut. Dalam situasi seperti ini, dia memutuskan untuk hidup di sawah seorang diri, sembari kembali bertani.
Namun, pikiran Tjarab sejak itu kacau. Dia terlintas meraih kekayaan dengan cepat tapi tak terpuji, yakni berjudi. Alhasil, peribahasa “Sudah jatuh tertimpa tangga” terjadi langsung pada dirinya.
“Saya terlibat dalam perjudian sampai segala hal yang saya miliki habis, termasuk rumah dan sawah,” kata Tjarab.
Sekalipun terpuruk akibat ikut pemilu dan berjudi, dia tidak menyerah. Sisa-sisa harta, seperti sawah dan tambak, dimanfaatkan betul supaya jadi mesin pendulang harta.
Dia tobat, tak mau lagi berjudi dan pilih fokus bertani. Dari sini perlahan dia pun mendapat hasil besar dalam panen. Sekali panen, dia bisa mendapat untung Rp 250-an juta.
Keberhasilan tersebut perlahan membuat harta kekayaannya perlahan mulai meningkat. Pada 1970-an, harian Merdeka menyebut harta kekayaannya mencapai Rp 1 miliar, nominal yang sangat fantastis di zamannya.
Dia pun sudah mendirikan perusahaan sendiri bernama PT Sumber Bawang pada 1977 yang bergerak di pertanian, perikanan, dan transportasi. Meski sudah menjadi crazy rich di Brebes, Tjarab tidak ingin memberi warisan harta kepada anak-anaknya.
“Anak saya harus bekerja bila mereka ingin hidup bahagia dan berkecukupan,” katanya.
Source : CNBC Indonesia