Syekh Abdul Hamid terkenal sebagai tokoh kontroversi agama di Tanah Banjar.
Kenapa? Tidak seperti kebanyakan orang ketika ditanya apa yang dicari dalam hidup, ia hanya punya satu jawaban: Tuhan!
Kegilaan semacam itulah yang membuat nasibnya serupa seperti Husin Mansyur Al-Halaj di Irak dan Syekh Siti Jenar di Tanah Jawa: dihukum mati!
Di Banjar sendiri cerita tentang apa dan siapa Abdul Hamid alias Datu Abulung seakan ditutup rapat karena sejumlah alasan. Ada yang khawatir jika dibuka akan merusak akidah, dan rasa ketidaknyamanan suasana batin lainnya.
Di kalangan pendukungnya, yang dikenal sebagai anak cucu orang 10, Syekh Abdul Hamid dianggap sebagai wali besar, kekasih Tuhan.
Cerita menuturkan bahwa Abdul Hamid muda pernah bertemu dan berdialog dengan ulama besar Mesir.
Grand Syekh Mesir yang tidak diketahui namanya itupun sampai mengakui kedudukan Abdul Hamid dalam hal keluasan ilmu.
Ketika ditanya ada rencana belajar ilmu apa jauh-jauh ke Mesir, Abdul Hamid hanya berkata ia tdk hendak belajar tapi hanya ingin bertemu dengan Grand Syekh yang terkemuka itu.
Sampai pada satu kesempatan, Syekh Mesir bertanya buah apa yang paling dicari, paling enak rasanya di Tanah Banjar dan minta pembuktiannya. Apa yang terjadi?
Abdul Hamid minta izin shalat sebentar. Berdoa dan sebiji buah durian sudah ada di tangannya.
Syekh Mesir mencicipinya. Dan berkata: “Engkau memang tidak perlu belajar lagi di Mesir. Ilmumu sudah komplet.”
Abdul Hamid yang hidup sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari meninggal dunia di Martapura dan dimakamkan di Kampung Abulung, Sungai Batang, Martapura. BA