Jejak keemasan bisnis perkaretan di banua (Kalimantan Selatan) bisa dipantau bersamaan kehadiran orang-orang Tionghoa Banjar.

Pada awal abad ke-20, dan masih dalam tangan kekuasaan penjajahan Belanda, perusahaan dimiliki oleh orang-orang Tionghoa, totok maupun peranakan.

Hok Tong salah satunya. Pabrik karet ini dimiliki oleh orang Tionghoa dengan pemodal utama (investor) orang kaya yang juga berasal dari China daratan.

Salah satu kabar perkaretan itu terungkap melalui kisah nyata keluarga besar Ta U, 75 tahun.

Lelaki yang tinggal di kawasan Kampung Pacinan Jalan Tendean ini mengungkapkan ia dilahirkan oleh orangtua yang berprofesi sebagai pegawai pabrik karet Hok Tong di Banjarmasin. Pabrik karet legendaris ini berlokasi di kawasan Banjar Raya.

“Bapak asal dari Hainan China merantau dan melamar kerja di sebuah perusahaan di Singapura (kini, red). Karena bisa tulis dan berhitung, dari sana lalu dapat kerja di Hok Tong,” ujar lelaki bermarga Liang ini, Sabtu (22/7/2023) di Banjarmasin.

Bapak Ta U ditugaskan oleh perusahaan melakukan pembelian karet di wilayah Kandangan dan Barabai, Kalimantan Selatan.

Tiga kakak perempuan Ta U dilahirkan di kota Banjarmasin. Ia anak bungsu dari lima bersaudara. Kakak pertama kelahiran Hainan tinggal bersama nenek.

“Abah menyembunyikan keluarga ke Barabai ketika Jepang datang. Saya lahir tahun 1948 di Barabai, di gunung,” tutur lelaki yang mahir berbahasa dan menulis dalam aksara Mandarin ini.

Orang Hainan (Laut Selatan) bersuku Hailam. Ta U mengungkapkan orang Hailam kebanyakan menjalani usaha warung kopi dan makanan. Salah satunya Mingseng Bar (kini Toko Roti Mingseng) di Pasar Sudimampir.

Demikian sekilas cerita Liang Ta U si Anak Tukang Karet. BA