Kalimantan pernah memiliki seorang putri cantik yang sangat terkenal di seantero negeri.

Putri Junjung Buih namanya. Suaminya, Pangeran Suryanata adalah maharaja pendiri dinasti kerajaan Negara Dipa.

Pangeran Suryanata dijemput dari Majapahit, kerajaan besar di Jawa, dalam sebuah misi Ekspedisi Kapal Prabayaksa yang dipimpin Patih Lambung Mangkurat.

Ekspedisi legendaris itu menjadi cerita tutur masyarakat Banjar. Cerita tutur yang diwarisi para pegustian (kaum ningrat) Banjar dari masa ke masa.

Putri Junjung Buih tidak bersedia jika pasangan hidupnya bukan dari seseorang yang sudah “terpilih” untuknya. Takdir itu adalah seorang pangeran dari Majapahit.

Sang putri sendiri menurut Hikayat Banjar ditemukan oleh Patih Lambung Mangkurat di daerah aliran sungai. Penemuannya bak kisah dongeng 1001 malam: tiba-tiba muncul di pusaran buih.

Jungjung Buih juga dikenal sebagai Putri Cipta Sari. Ia muncul ke permukaan di tengah masa kekosongan kekuasaan. Patih Lambung Mangkurat sesuai tradisi dianggap tidak berhak memerintah karena bukan dari trah raja.

Kehadiran sang pangeran juga tak kalau memukaunya. Lahir dari hasil pertapaan raja Majapahit. Ia disebut-sebut sebagai saudara Raja Hayam Wuruk.

Jungjung Buih dan Suryanata kemudian menikah dalam sebuah pesta besar yang dikenang oleh sejarah pegustian. Penuh dengan ritual berbalut mistis.

Keturunan putra putri anak cucu Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih mewarisi kerajaan Negara Dipa di Amuntai (ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel kini).

Dari Negara Dipa kemudian pemerintahan kerajaan berpindah ke Negara Daha di tangan Maharaja Sari Kaburangan, buyut mereka. Negara Daha terletak di daerah Daha (sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan kini).

Kisah legendaris kerajaan Banjar kuno ini kemudian menyejarah saat kelahiran kerajaan Banjarmasin di tangan Raden Samudera.

Raden dari Negara Daha itu –sebagai putra mahkota yang terbuang– melarikan diri untuk kemudian mendirikan dinasti baru bercorak kerajaan maritim Islam.

Raden Samudera mengganti namanya menjadi Sultan Suriansyah. Masa pemerintahannya sekitar 1520-1545.

Kerajaan Banjar di Banjarmasin bertahan di Kuin (pusat pemerintahan) di bawah kepemimpinan empat penguasa. Sultan Suriansyah digantikan putranya Sultan Rahmatullah (1545-1570). Selanjutnya diteruskan lagi oleh Sultan Hidayatullah 1 (1570-1595) sang cucu. Buyut Suriansyah yang bernama Sultan Mustainbillah (1595-1620) menjadi penguasa terbesar kerajaan Banjar dengan perluasan wilayah kerajaan hingga menduduki Sambas, Sukadana, Sampit, Kotawaringin, Kutai dan Pasir. Di masanya perniagaan laut kerajaan Banjar mencapai puncaknya.

Meski memiliki belasan penguasa (dari raja hingga sultan) dari era Dipa, Daha hingga Banjar, Putri Junjung Buih menjadi sosok perempuan kerajaan yang paling bersinar.

Namanya selalu digandengkan dengan Pangeran Suryanata, dan kerap “hadir” dalam berbagai dimensi kisah meski kerajaan Banjar sudah sirna ratusan tahun silam. BA