Iran tengah bersiap menghadapi kemungkinan serangan Israel terhadap situs nuklirnya, setelah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendesak negara-negara Barat untuk meninggalkan Timur Tengah.

Khamenei bertemu dengan mahasiswa dan ilmuwan pada Rabu (2/10/2024) dalam penampilan publik pertamanya sejak memerintahkan serangan rudal terhadap Israel, yang dilakukan sebagai balasan atas serangan Israel terhadap kepemimpinan Hizbullah di Lebanon yang didukung oleh Teheran.

Dalam pertemuan tersebut, Khamenei menyatakan bahwa Iran masih dalam suasana berkabung atas pembunuhan Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, pada Jumat lalu. Namun, dia menegaskan tidak akan larut dalam kesedihan.

“Berkabung tidak berarti menjadi depresi dan duduk di sudut,” tuturnya, dilansir The Guardian.

Pernyataan ini mencerminkan suasana hati para pemimpin Iran yang menegaskan bahwa serangan mereka terhadap Israel sah dan tak terhindarkan demi mempertahankan kedaulatan negara.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi juga berusaha menghubungi para menteri luar negeri Eropa untuk menegaskan bahwa Iran tidak ingin meningkatkan konflik lebih lanjut.

Ia menekankan bahwa target serangan Iran murni militer, tidak menyasar warga sipil, berbeda dengan serangan Israel di Lebanon.

“Saya memperkirakan kita akan menyaksikan kembalinya stabilitas di kawasan dalam beberapa hari ke depan,” kata Araghchi.

Dalam upaya untuk mengendalikan situasi, Araghchi mengeklaim bahwa Iran telah mengirim pesan peringatan kepada Amerika Serikat (AS) melalui Kedutaan Swiss di Teheran setelah meluncurkan rudal ke Israel.

Swiss telah lama berperan sebagai perantara diplomatik antara AS dan Iran.

Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh juga memperingatkan Eropa agar dapat mengendalikan Israel.

“Jika tidak, mereka akan menghadapi respons Iran, dan kawasan ini akan memasuki perang besar,” katanya.

Sementara itu, Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran, mengonfirmasi bahwa serangan rudal Iran menargetkan pangkalan udara Israel, termasuk Pangkalan Nevatim yang menampung pesawat F-35, serta markas Mossad.

Video yang menunjukkan para pemimpin Pasukan Pengawal Revolusi Islam (IRGC) menyaksikan serangan di layar monitor dan berteriak “indah” saat rudal-rudal menghantam sasaran, memperlihatkan kegembiraan mereka atas hasil serangan tersebut.

Mengenai kemungkinan serangan balasan dari Israel, Ketua Parlemen Iran Mohammad Baqir Qalibaf mengatakan bahwa Iran sudah mempersiapkan diri dan telah merancang rencana yang tidak terduga untuk menghadapi agresi Israel selanjutnya.

“Respons kami berikutnya akan berada di tingkat yang sangat berbeda,” tegasnya.

Kekhawatiran Iran

Namun, pengamat internasional menyebut ada rasa takut yang muncul di kalangan elite politik Iran. Pertahanan udara Iran, yang sebagian besar dipasok oleh Rusia, dinilai masih minim.

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan secara eksplisit bahwa tujuannya adalah mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah, yang secara tidak langsung menunjukkan keinginan untuk melemahkan program nuklir Iran.

Warga Iran juga terus diawasi ketat oleh rezim untuk mencegah munculnya ketidakpuasan di dalam negeri.

Kementerian Perminyakan Iran telah mengumumkan bahwa tidak ada rencana untuk menaikkan harga bensin, yang merupakan isu sensitif di tengah inflasi dan sanksi ekonomi yang menekan negara tersebut.

IRGC meminta masyarakat untuk melaporkan setiap pernyataan pro-Israel di media sosial.

Semua penerbangan komersial domestik dan internasional di wilayah udara Iran dibatalkan sebagai tindakan pencegahan.

Salah satu situs nuklir utama di Iran adalah Fordow, dekat kota Qom, sebuah fasilitas pengayaan uranium yang terletak jauh di bawah tanah.

Serangan Israel terhadap situs ini kemungkinan besar akan mempercepat perdebatan di dalam Iran mengenai apakah negara tersebut perlu memiliki senjata nuklir, di luar sekadar uranium yang diperkaya.

Javad Zarif, Menteri Strategis Iran, yang sebelumnya dikenal enggan mendukung respons militer, kali ini tegas mendukung serangan tersebut.

Ia menyebutkan bahwa “kemunafikan Barat bukan hanya keterlaluan, tetapi juga sangat berbahaya.”

Zarif menuduh negara-negara Barat mendukung “genosida Israel di Gaza” dan bersikap diam terhadap agresi Israel terhadap Iran dan negara-negara lainnya di kawasan Timur Tengah.

“Iran memiliki hak pertahanan diri yang melekat terhadap serangan bersenjata Israel yang berulang kali terhadap wilayah dan warganya. Israel dan sekutu-sekutunya bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari provokasi dan eskalasi yang terus dilakukan oleh Israel,” pungkas Zarif.

Source : CNBC Indonesia