Politik Korea Selatan (Korsel) masih terus bergejolak. Ini terjadi setelah Presiden yang tengah dimakzulkan dan diskors Yoon Suk Yeol, batal ditahan oleh otoritas terkait pada Jumat lalu.

Pada Minggu, ribuan orang menerjang salju lebat di Seoul untuk berunjuk rasa mendukung dan menentang penangkapan Yoon. Dengan surat perintah penangkapan terhadap Yoon atas tuduhan pemberontakan akan berakhir pada Senin (6/1/2025) tengah malam ini, beberapa mendesak penangkapannya dan yang lain memprotesnya.

“Kita harus membangun kembali pondasi masyarakat kita dengan menghukum presiden yang telah mengingkari konstitusi,” kata pemimpin Konfederasi Serikat Buruh Korea (KCTU), kelompok buruh besar yang ikut serta dalam protes tersebut, Yang Kyung Soo, dikutip AFP.

“Kita harus menjatuhkan penjahat Yoon Suk Yeol dan menangkap serta menahannya sesegera mungkin,” tambahnya.

Di dekatnya, para pendukung Yoon memegang plakat bertuliskan ‘Kami akan berjuang untuk Presiden Yoon Suk Yeol’ dan ‘Hentikan Pencurian’, sebuah frasa yang dipopulerkan oleh pendukung Presiden terpilih AS Donald Trump setelah ia kalah dalam pemilihan 2020. Mereka juga meneriakkan dukungan yang tak kalan dengan pendemo kontra Yoon.

Yoon sendiri telah dicabut dari tugas kepresidenannya oleh parlemen atas pernyataan darurat militernya yang berumur pendek bulan lalu. Putusan pengadilan konstitusi sedang menunggu apakah akan mengkonfirmasi pemakzulan tersebut.

Tindakan dramatis Yoon menjerumuskan Korsel ke dalam krisis politik terburuknya dalam beberapa dekade. Pemimpin konservatif itu saat ini menghadapi tuntutan pidana pemberontakan, yang dapat mengakibatkan hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.

Selain dugaan pemberontakan, Yoon juga tengah diselidiki oleh jaksa penuntut umum serta tim gabungan yang terdiri dari polisi dan pejabat anti korupsi, atas dugaan skandal suap yang berpusat di istrinya, Kim Keon Hee.

Yoon sebetulnya telah meminta maaf atas skandal tersebut, namun menolak agar istrinya diperiksa. Ia kemudian menuding oposisinya dari Partai Demokrat memenangkan pemilihan parlemen April lalu dengan bantuan peretas Korea Utara.

Paspamres yang Berbahaya

Sebelumnya, Jumat, KPK Korsel, Kantor Investigasi Korupsi Korsel (CIO), telah berencana untuk menahan Yoon di kediamannya. Namun langkah itu dibatalkan karena kebuntuan setelah pasukan pengawal presiden (PSS) dan militer mencegah pihaknya menangkap figur 64 tahun itu.

“Diputuskan bahwa hampir mustahil untuk melaksanakan surat perintah penangkapan karena kebuntuan yang sedang berlangsung,” kata CIO dalam pengumuman yang dikutip Reuters.

“Kekhawatiran akan keselamatan personel di lokasi menyebabkan keputusan untuk menghentikan eksekusi,” tambahnya.

Kepala PSS Park Chong Jun mengatakan badan itu bergerak semata-mata untuk keselamatan presiden. Bahwa, ujarnya,melindungi presiden “setiap saat” tidak boleh meninggalkan celah.

“Badan keamanan presiden adalah lembaga berbahaya yang kekuasaannya bisa lepas kendali,” kata seorang profesor hukum administrasi kepolisian di Universitas Dongshin, Han Seung Whoon.

“Karena hanya presiden yang berwenang mengendalikannya, badan keamanan dapat menyalahgunakan kekuasaan dan berubah menjadi tentara pribadi presiden,” tambahnya.

Jika surat perintah tujuh hari itu berakhir, para penyidik harus mengajukan surat perintah lain. Surat kemungkinan akan diberikan oleh pengadilan dengan alasan Yoon menolak untuk hadir dalam pemeriksaan terkait keputusan darurat militernya.

Polisi Blokir Jalan

Sementara itu, polisi bergerak untuk memblokir jalan-jalan untuk mengantisipasi protes baru. Orang yang mendukung dan menentang Yoon diyakini akan kembali berdemo hari ini.

Belum diketahui apakah akan demo baru atau tidak secara pasti. Namun puluhan orang membuat tenda di jalan-jalan.

AS Turun Gunung

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tiba Senin pagi di Seoul. Diplomat tertinggi AS itu memulai apa yang mungkin akan menjadi perjalanan terakhirnya sebelum pelantikan Presiden terpilih Donald Trump, dengan pemberhentian juga dijadwalkan di Jepang dan Prancis.

Dalam agendanya, Blinken dijadwalkan akan bertemu dengan mitranya Cho Tae Yul untuk membahas sejumlah isu-isu strategis. Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan mereka diharapkan membahas aliansi Korsel-AS, kerja sama Korsel-AS-Jepang, isu-isu Korea Utara (Korut), dan tantangan regional dan global.

Sejauh ini, Washington belum banyak berkomentar terkait situasi politik Negeri Ginseng yang memanas. Meski begitu, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan telah mengatakan bahwa pihaknya akan berbicara kepada Seoul untuk menjaga demokrasi.

“Demokrasi Korsel kuat dan tangguh, dan kami akan terus berbicara di depan umum dan terlibat secara pribadi dengan mitra Korsel untuk menegaskan pentingnya hal itu terus berlanjut,” ujarnya.

|CNBC Indonesia| Reuters/Kim Hong-Ji|