PT Bukalapak.com Tbk menyatakan perusahaan tengah melakukan transformasi bisnis dengan menghentikan operasional penjualan produk fisik di marketplace, dan berfokus untuk berjualan produk virtual.
Dalam laman resmi perusahaan yang dikutip di Jakarta, Rabu (8/1/2025) menyatakan produk virtual yang dijual berupa pulsa prabayar, paket data, token listrik pascabayar, prakerja, bukasend, angsuran kredit, BPJS Kesehatan, Air PDAM, Telkom, pulsa pasca bayar, serta TV kabel dan internet.
Selanjutnya tagihan penerimaan negara, voucher streaming, tagihan denda tilang, tagihan perpajakan, pembayaran Surat Berharga Negara (SBN), pembayaran bea, BPJS Ketenagakerjaan, BMoney, serta voucher digital emas.
“Kami sepenuhnya memahami bahwa perubahan ini akan berdampak pada usaha Pelapak, dan kami berkomitmen untuk membuat proses transisi ini berjalan sebaik mungkin. Untuk itu, kami telah menyiapkan panduan dan langkah-langkah untuk membantu Pelapak dalam proses transisi,” kata manajemen di laman resmi.
Para pelanggan masih bisa melakukan pembelian untuk produk-produk fisik yang ada di marketplace hingga tanggal 9 Februari. Sementara mulai 1 Februari, fitur untuk menambahkan produk baru akan dinonaktifkan.
Persero juga menyatakan semua pesanan yang belum diproses hingga tenggat waktu yang ditentukan, akan dibatalkan dan dana konsumen otomatis dikembalikan.
“Kami berkomitmen untuk mendukung seluruh pengguna Bukalapak selama masa transisi ini,” ujar manajemen Bukalapak.
Jatuh Bangun Bukalapak
Bukalapak didirikan oleh Achmad Zaky pada 2009 bersama temannya, Nugroho Herucahyono.
Baru beberapa hari diluncurkan, animo masyarakat sudah terlihat. Singkatnya pada awal 2010, orang yang telah bergabung ke Bukalapak.com mencapai 10.000 pelaku UMKM.
Usahanya berkembang dan beberapa investor tiba-tiba datang menawarkan modal, seperti Softbank Corp dari Jepang dan Sequoia dari Amerika Serikat.
Dalam lima tahun kenaikannya pun mencapai 100 kali lipat dengan total anggota mencapai 500 ribu UMKM dari seluruh Indonesia. Pada saat itu setiap hari ada 1 juta pengunjung di lamannya dengan nilai transaksi mencapai Rp 4-5 miliar per hari.
Pada 2018, Bukalapak secara resmi mengumumkan menjadi salah satu perusahaan rintisan yang meraih status unicorn dengan valuasi US$ 1 miliar, dan membuatnya menjadi yang keempat di Indonesia selain Gojek, Traveloka, dan Tokopedia.
Meski begitu, pada 2019 Bukalapak dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada beberapa karyawannya demi terus bisa bertahan dalam persaingan bisnis perusahaan e-commerce. Saat itu, Bukalapak merumahkan sebanyak 10 persen dari total karyawannya.
Sempat terseok-seok, terlebih saat pandemi COVID-19, Bukalapak dengan kode saham BUKA resmi mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia pada 6 Agustus 2021.
BUKA yang Tercatat pada Papan Pengembangan BEI ini bergerak pada sektor Technology dengan sub sektor Software & IT Services. Adapun industri dan sub industri dari Perusahaan tersebut ialah Online Applications and Services.
Setelah resmi melantai, saham BUKA langsung melonjak dan mengalami Auto Reject Atas alias ARA. Dibuka pada harga Rp 850, saham perusahaan emiten itu langsung naik ke angka 1.060 per saham atau 24,7 persen. BUKA ditransaksikan sebanyak 983 kali dengan volume saham yang beredar 223 juta unit. Adapun nilai transaksi tercatat mencapai Rp 236 miliar.
Pada kuartal I 2023, Bukalapak mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 1 triliun pada kuartal I 2023 dari laba bersih sebesar Rp14.549 miliar pada kuartal I 2022, sedangkan kerugian operasional Bukalapak membukukan sebesar Rp1.177 miliar.
Adapun kondisi ini sangat kontras dibanding perolehan kuartal I 2022, di mana Bukalapak membukukan laba bersih Rp 14,6 triliun.
Pada kuartal I 2022 Bukalapak memang sempat membukukan laba nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi sebesar Rp15,5 triliun. Namun, pada kuartal I 2023 nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi itu turun drastis hingga menjadi rugi Rp 1 triliun.
Pada Oktober 2024, Bukalapak akan menghentikan kegiatan sekaligus menutup sejumlah lini usaha atau anak usaha dalam waktu dekat. Aksi korporasi ini juga diakui akan berdampak pada karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam lini usaha yang bakal ditutup itu.
“Pelaksanaan Rencana Aksi Korporasi tersebut akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha Perseroan,” kata Cut Fika dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi dalam situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Usai mengeksekusi aksi ini, Cut Fika mengatakan Bukalapak akan fokus menjalankan sekaligus mengembangkan segmen usaha inti.
Senyampang, Bukalapak akan lebih ramping dan efisien agar menciptakan nilai di seluruh segmen usaha yang tersisa.
Bukalapak saat ini masih mencatatkan rugi usaha Rp 1,32 triliun atau naik 2,12 persen secara tahunan dibandingkan pada 2023 sebesar Rp 1,28 triliun.
Meskipun terdapat pertumbuhan pendapatan di masa lalu, CEO Bukalapak, Willix Halim mengatakan biaya operasional telah meningkat melebihi kontribusi pendapatan di berbagai segmen bisnis.
“Kami telah berupaya untuk fokus pada optimalisasi operasional dan menjaga disiplin keuangan guna menghadapi tantangan ini,” kata dia.
|Antara||Tempo|