Bismillaahirrohmannierrohiem.
Sang ayah tersenyum lembut, lalu menatap anaknya dengan penuh pemahaman. “Nak, tidak semua manusia menyadari misinya di dunia ini. Ada yang menghabiskan hidupnya hanya untuk mengejar kesenangan sesaat, ada yang terjebak dalam rutinitas tanpa makna, dan ada pula yang sejak awal menyadari tujuan hidupnya dan berusaha menjalankannya dengan penuh kesungguhan.”

Sang anak mengernyitkan dahi. “Lalu, mengapa banyak manusia tidak menyadari misinya?”

Sang ayah menghela napas. “Karena dunia ini penuh dengan ilusi. Kekayaan, kekuasaan, kesenangan dunia sering kali menutupi mata hati manusia. Mereka berpikir bahwa kebahagiaan ada dalam hal-hal itu, sehingga mereka lupa untuk bertanya: Mengapa aku ada di dunia ini? Apa yang sebenarnya harus aku lakukan?”

Sang anak bertanya lagi, “Bagaimana seseorang bisa menemukan misinya?”

Sang ayah tersenyum. “Dengan merenung, dengan bertanya kepada diri sendiri, dan dengan mencari makna di setiap pengalaman hidup. Tuhan telah memberi kita tanda-tanda—dalam kebahagiaan, dalam penderitaan, dalam pertemuan, bahkan dalam perpisahan. Jika kita mau membuka mata hati, kita akan menemukan petunjuk yang mengarah pada misi hidup kita.”

Ia melanjutkan, “Ramadhan adalah waktu terbaik untuk mencari jawaban itu. Ketika kita menahan diri dari makan dan minum, kita belajar bahwa hidup bukan hanya tentang kebutuhan fisik. Ketika kita memperbanyak ibadah, kita merasakan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan. Saat itulah kita bisa mulai mendengar suara hati kita sendiri, dan mungkin, menemukan misi yang selama ini tersembunyi dalam diri kita.”

Sang anak terdiam, merenungkan bahwa menemukan misi hidup bukan soal kecerdasan, tetapi soal keberanian untuk mencari dan mendengar suara hati. (FR)