Inggris akan segera meluncurkan alat kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) untuk membantu dokter mengidentifikasi pasien jantung berisiko tinggi sebagai uji coba.
Hal ini dilakukan menyusul hasil penelitian yang menunjukkan bahwa AI mampu memprediksi risiko kematian seseorang dalam beberapa tahun setelah pemindaian jantung.
Melansir dari Euronews, tim peneliti global yang dipimpin Imperial College London telah menguji model AI mereka, estimasi risiko AI-ECG atau AIRE terhadap jutaan hasil elektrokardiogram (EKG) atau alat untuk mendiagnosis serangan jantung dan ketidakteraturan lainnya.
Hasilnya, model tersebut ternyata mampu memprediksi potensi kematian seseorang dalam waktu dekade setelah EKG dan hasilnya 78 persen akurat.
Selain itu, alat ini juga diklaim dapat memprediksi serangan jantung, gagal jantung, dan masalah irama jantung.
Para ahli mengatakan, sistem ini dapat diluncurkan di seluruh Layanan Kesehatan Nasional atau National Health Service (NHS) dalam lima tahun ke depan.
Adapun, uji coba dengan pasien manusia telah direncanakan di beberapa lokasi London dan diharapkan akan dimulai pada pertengahan 2025.
Nantinya, para ahli akan mengevaluasi manfaat model tersebut menggunakan pasien dari klinik rawat jalan dan bangsal medis rumah sakit.
“Kami yakin ini dapat memberikan manfaat besar bagi NHS dan secara global,” kata peneliti elektrofisiologi jantung di Imperial College London, Dr Fu Siong Ng, dikutip Jumat (25/10/2024).
Potensi AI untuk Meningkatkan Kesehatan Jantung
EKG bertenaga AI telah digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung, tetapi belum menjadi bagian dari perawatan medis rutin dan belum digunakan untuk mengidentifikasi tingkat risiko pasien tertentu.
“Ini dapat membuat penggunaan EKG melampaui kemampuan sebelumnya dengan membantu menilai risiko masalah jantung dan kesehatan di masa mendatang, serta risiko kematian,” kata kepala ilmiah dan petugas medis di British Heart Foundation, Bryan Williams.
Para peneliti yang menerbitkan studi mereka melalui Lancet Digital Health mengatakan bahwa prediksi AI yang salah bisa jadi karena faktor lain yang tidak diketahui, seperti apakah pasien mendapat perawatan tambahan atau meninggal secara tiba-tiba.
Namun, mereka menekankan bahwa model tersebut secara umum berpotensi mendeteksi perubahan halus dalam struktur jantung sehingga dapat berfungsi sebagai tanda peringatan penyakit atau kematian yang mungkin terlewatkan oleh dokter.
“Kami para ahli jantung menggunakan pengalaman dan pedoman standar kami saat mengamati EKG, memilahnya menjadi pola ‘normal’ dan ‘abnormal’ untuk membantu kami mendiagnosis penyakit,” kata dokter klinis akademis di Imperial College London yang memimpin penelitian baru tersebut, Dr. Arunashis Sau.
“Namun, model AI mendeteksi detail lebih jauh serta halus sehingga dapat ‘menemukan’ masalah dalam EKG yang tampak normal bagi kita dan berpotensi jauh sebelum penyakit berkembang sepenuhnya,” lanjut Sau.
Sau mengatakan, hal ini diperlukan penelitian lebih lanjut dari rumah sakit dan tempat perawatan kesehatan lainnya untuk menentukan peran model di masa depan dalam diagnosis dan perawatan.
Tetapi pasien dengan masalah kesehatan lain juga mungkin mendapat manfaat karena penyakit lain, seperti diabetes, juga cenderung memengaruhi jantung.
“Hal ini dapat berdampak positif terhadap cara pasien dirawat dan pada akhirnya meningkatkan harapan dan kualitas hidup pasien,” kata Ng.
Source : CNBC Indonesia