Selama setahun terakhir, banyak video di YouTube yang menyelami sisi gelap Korea Selatan. Video tersebut berbahasa Inggris dan sudah ditonton jutaan kali.

Video yang diunggah menyoroti budaya kerja yang intens di negara ini, harga rumah yang melambung tinggi, sistem pendidikan yang kejam, dan cengkeraman para konglomerat chaebol terhadap ekonominya.

Bagi penonton internasional, muncul pertanyaan bagaimana mungkin sebuah negara yang terkenal dengan idola K-pop, inovasi teknologi, dan ekspor budayanya, menyimpan tantangan yang begitu besar.

Salah satu video yang viral berjudul “Korea Selatan adalah Dystopia,” yang diunggah pada 28 Desember tahun lalu, oleh saluran “Fern.”

Video yang telah ditonton sebanyak 3,4 juta kali ini dimulai dengan gambar-gambar mengerikan tentang tragedi kapal feri Sewol 2014 silam, yang menuduh para pejabat pemerintah dan konglomerat yang berkuasa, yang disebut chaebol, lebih mementingkan keuntungan daripada keselamatan.

Narator menggambarkan bagaimana “hubungan yang nyaman” antara bisnis dan politik diduga membuat para elit perusahaan mengabaikan peraturan yang mungkin dapat mencegah bencana tersebut.

Sosiolog Prancis Christophe Gaudin, menjelaskan bahwa video-video tersebut melejit karena Korea Selatan mewujudkan apa yang ia sebut sebagai “masyarakat utopis-distopia.”

“Selama beberapa dekade terakhir, Korea mengalami modernisasi dengan kecepatan yang luar biasa. Di satu sisi, Anda melihat pencapaian yang menakjubkan dalam teknologi, budaya, dan standar hidup. Di sisi lain, Anda akan menemukan ketidaksetaraan yang parah, stres yang luar biasa, dan guncangan politik,” katanya, dikutip dari Korea Herald, Rabu (29/1/2025).

Ketegangan tersebut yang kemudian membuat Korea begitu menarik di YouTube.

Video-video tersebut memicu keheranan dan kecemasan pada saat yang sama, terutama mengingat krisis politik saat ini.

Menurut Gaudin, banyak orang asing yang mulai memperhatikan ketika mereka melihat kesamaan di negara mereka sendiri.

“Mereka melihat kenaikan biaya hidup, gesekan politik, dan ketidakamanan pekerjaan di negara mereka,” katanya.

“Kemudian mereka menonton video yang menggambarkan masalah yang sama di Korea, diperbesar oleh pertumbuhan yang lebih cepat dan struktur sosial yang lebih intens. Hal itu beresonansi.” pungkasnya.

|CNBC Indonesia|