Perayaan malam Cap Go Meh, malam ke-15 dari bulan pertama Tahun Baru Imlek Ular Kayu, digelar penuh kebersamaan Pengurus Kelenteng Karta Raharja Po An Kiong Banjarmasin.

Pada malam pertama, Selasa (11/2/2025), pengurus menyediakan menu utama mie goreng yang mengandung doa harapan panjang umur. Pengurus Kelenteng nampak ceria kompak mengenakan seragam kuning emas. Warna sakral di kalangan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.

Pada kesempatan ini, pengurus juga meresmikan dan membuka bersama-sama selubung nama di pintu gerbang baru yang sebelumnya tanpa nama. Tempat Ibadat Tri Dharma “Po An Kiong” terukir dengan huruf kapital.

Pada malam kedua, malam puncak penutupan Tahun Baru Imlek, Rabu (12/2/2025) disiapkan hidangan makanan khas lontong Cap Go Meh untuk umat dan tamu. Kali ini Pengurus Kelenteng mengenakan seragam merah, warna wajib pada tiap Imlek sebagai simbolisasi doa untuk kemakmuran.

Kebersamaan itu diwujudkan dengan berbagi tugas melayani umat. Petugas bagian konsumsi, ibu-ibu sigap menawarkan dan menyuguhkan makanan utama: lontong, perlambang keberuntungan.

Lontong dalam porsi komplet itu berisi sekaligus lauk telor dan opor ayam dengan campuran godokan sayur nangka (lodeh) berkuah kental dan gurih. Sambal pedas goreng menambah cita rasa lontong kian sempurna di lidah.

Lontong Cap Go Meh di Po An Kiong.

“Baru pertama kali ke sini,” ujar Ahmad Marjuni, seorang guru di satu lembaga pendidikan Muhammadiyah Banjarmasin, seraya menikmati lontong Cap Go Meh.

Kelenteng Po An Kiong, di Jalan Niaga dikenal sebagai Kelenteng Pasar. Lokasinya di seputaran Pasar Cempaka dan Pasar Malam Blauran. Bangunan di lokasi yang sekarang berumur 100 tahun, didirikan pada tahun 1925.

Bangunan sebelumnya di lokasi beberapa ratus meter dari lokasi sekarang (di tepi Sungai Martapura) hangus dalam suatu peristiwa kebakaran, di awal abad ke-20.

Aci, Pengurus Kelenteng Po An Kiong, mengajak Marjuni berkeliling meninjau sudut-sudut kelenteng yang baru direhab tahun 2024 silam. Ada tambahan patung naga kembar serta 8 Dewa. Dua karya seni hasil ukiran pengrajin Jepara, Jawa Tengah ini menambah megah dan indah bangunan kelenteng di waktu malam. “Banyak yang lama tidak ke sini, memuji perubahan kelenteng sekarang,” katanya.

Ia berencana menyiapkan ruangan atas kelenteng yang menghadap ke jalan pasar sebagai tempat santai bagi para orang-orang tua dan ngumpul umat mengisi waktu senggang.

“Mereka bisa ngobrol, minum-minum, bikin kopi nantinya. Dengan disediakan ruang sendiri tidak mengganggu umat yang tengah beribadah,” tuturnya.

Aci mengungkapkan kelenteng kerap menerima kunjungan anak-anak muda yang belajar memahami keberagaman, ingin tahu persamaan dan perbedaan dengan tidak menjadikannya sebagai penghalang untuk menciptakan hidup rukun antarumat beragama.

“Saya sering kedatangan mahasiswa UIN yang ingin bertanya-tanya soal kelenteng. Kemarin malam juga kami kedatangan teman-teman dari LK3 (Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan),” ujarnya.

Bagi Aci, soal keyakinan dan kepercayaan tidak bisa dipaksakan. “Yang penting bagaimana kita selalu berbuat baik dan dermawan.” Perbedaan keyakinan di kalangan umat beragama jangan memicu hubungan tidak baik.

Praktik toleransi dan kerukunan yang semakin baik, kata dia, membuat Kota Banjarmasin termasuk kota dengan indeks toleran yang lebih baik dari sebelumnya. “Kita (Kota Banjarmasin) urutan ke-13 Kota Toleran se-Indonesia,” sebut Aci mengutip Indeks Kota Toleran (IKT) versi Setara Institute tahun 2023.

Menurut dia, andai tidak ada Perda Ramadhan yang membatasi jam operasional buka warung dan restoran selama bulan puasa, dipastikan peringkat IKT Kota Banjarmasin akan naik lebih baik lagi.

Versi Setara mencatat pada tahun 2022, peringkat Kota Banjarmasin masih bercokol di urutan ke-59. Lompatan ke posisi ke-13, pada tahun 2023 terdongkrak dengan lahirnya Perda Kota Banjarmasin No 4 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.

Perjalanan malam Cap Go Meh yang dialami Marjuni di Po An Kiong selama sekitar 90 menit, berakhir pada jam 23.45 Wita.

Umat kelenteng yang melakukan ritual persembahyangan tinggal beberapa orang. Sejumlah aparat dari kepolisian dan TNI AD setia berjaga di pintu masuk mengawal pergantian malam.

“Pengalaman yang sangat berkesan,” ucap Marjuni, yang mendapat santapan baru soal dunia tradisi Tionghoa. Dari sejarah para dewa hingga filosofi Yin dan Yang.

Gong Xi Fa Cai! Sampai jumpa kembali di Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh 2026 selanjutnya. YML